Oleh: Prof. Dr. AD.
Corebima MPd.
Mutu
pendidikan Indonesia selama ini tetap tidak banyak meningkat dalam
perbandingannya dengan mutu pendidikan di berbagai negara lain. Gambaran
peringkat mutu pendidikan di Indonesia, antara lain terkait human
development index maupun ukuran-ukuran lain, memperlihatkan posisi di dekat
deretan terbawah. Di lain pihak selama ini sudah dilakukan berbagai upaya
perbaikan, misalnya yang terkait dengan kurikulum, pengadaan buku-buku
pelajaran serta sumber belajar lain, pengadaan alat-alat bantu mengajar,
perbaikan sarana prasarana sekolah, pelatihan dan studi lanjut serta
sertifikasi guru, perbaikan penghasilan guru, dan sebagainya. Segala upaya perbaikan
dan penyempurnaan itu bahkan semakin terkendali setelah penerbitan
Undang-undang Guru dan Dosen maupun pembentukan serta berfungsinya Badan
Standarisasi Nasional Pendidikan (BSNP).
Banyak
pendapat dapat diajukan untuk menjelaskan fakta tetap rendahnya mutu pendidikan
di Indonesia dibanding negara-negara lain. Salah satu pendapat itu berkenaan
dengan tidak adanya atau sangat kurangnya upaya pemberdayaan kemampuan berpikir
siswa selama proses pembelajaran. Apabila dikaji lebih jauh sebenarnya selain
kemampuan berpikir, kemampuan metakognisi juga sangat kurang diberdayakan
selama pembelajaran.
Sekalipun tidak langsung menunjuk kepada kemampuan
penalaran atau berpikir, hasil survey Jurusan-jurusan FPMIPA IKIP MALANG
(1999), IKIP Yogyakarta (1999), dan IKIP Bandung (1999) juga membuktikan hal
tersebut. Bukti itu terkait dengan pelaksanaan pembelajaran maupun evaluasinya.
Orang mungkin menduga bahwa perkembangan penalaran atau kemampuan berpikir akan
terjadi dengan sendirinya, lancar sebagaimana yang dikemukakan oleh Piaget;
seolah pada usia 7 – 11 tahun tiap anak otomatis memiliki tingkat penalaran
konkrit, dan sejak usia 11 tahun tiap anak pasti memasuki penalaran formal.
Pemberdayaan berpikir selama pembelajaran termasuk
pembelajaran biologi sangat penting dan sangat strategis. Banyak kajian
menemukan adanya hubungan antara penalaran formal dan prestasi belajar biologi
termasuk keterampilan laboratorium dan keterampilan berpikir kritis (Lawson,
1992). Demikian pula sudah ada beberapa kajian di Indonesia telah menemukan
adanya hubungan sangat signifikan antara kemampuan berpikir dan atau Academic
Life Skill, dengan pemahaman konsep pada pembelajaran biologi. Berikut ini
ditunjukkan tiga contoh hasil kajian itu yang dikemukakan oleh Lawson (1992)
dan empat contoh hasil kajian penelitian di Indonesia.
1.
Nordland dan de
Vito (1975) dalam Lawson (1992) menemukan bahwa ada korelasi antara tingkat
penalaran dan hasil belajar IPA.
2.
Basmajian (1978)
dalam Lawson (1992) menemukan bahwa mahasiswa yang mempunyai penalaran formal
pada perkuliahan biologi umum audio-tutorial, lebih menguasai materi
perkuliahan, lebih mempunyai keterampilan laboratorium, serta lebih mampu
berpikir kritis daripada yang mempunyai penalaran konkrit.
3.
Mitchell dan Lawson
(1988) dalam Lawson (1992) membuktikan bahwa keterampilan penalaran merupakan
prediktor paling konsisten terhadap belajar biologi khususnya genetika,
dibanding variable lain seperti gaya kognitif, kapasitas mental, fluid
intelegence, serta pengetahuan awal.
4.
Yuanita (2006)
menemukan bahwa antara kemampuan berpikir dan hasil belajar kognitif (pemahaman
konsep) pada pembelajaran Biologi, ada hubungan positif yang sangat signifikan,
dan salah satu persamaan regresi terkait adalah Y’= X + 1,511
5.
Meha (2006)
melaporkan bahwa antara thinking skillI dan academic skill dengan
hasil belajar kognitif (pemahaman konsep) pada pembelajaran Biologi, ada
hubungan yang sangat signifikan; persamaan regresinya adalah Y= 12,276 + 0,409X1-0,017X2
(X1 adalah thinking skill dan X2 adalah academic
skill) dan sumbangan efektif thinking skill adalah 84,43% sedangkan
sumbangan efektif academic skill hanya 3,09%
6.
Puspitasari (2006)
melaporkan bahwa antara Academic Life Skill dan hasil belajar kognitif
(Pemahaman Konsep) pada pembelajaran biologi ada hubungan positif yang sangat
signifikan, dan salah-satu persamaan regresi yang terkait adalah Y= 0,276X +
35,982.
7.
Hilmiah (2006)
melaporkan bahwa antara kemampuan berpikir dan hasil belajar Biologi ada
hubungan yang sangat signifikan dan salah satu persamaan regresinya adalah y =
0,556x + 15,524.
Pada tatanan teoritis, Lawson (1992) menyatakan bahwa
menurut Piaget, perkembangan penalaran formal sangat penting bagi penguasaan
konsep, karena pengetahuan konseptual merupakan hasil dari suatu proses
konstruktif, dan penalaran adalah alat yang diperlukan pada proses itu. Jelas
terlihat bahwa pemberdayaan berpikir selama pembelajaran adalah sesuatu
kebutuhan yang sangat mendasar dan strategis. Kebutuhan ini makin mendesak jika
diperhatikan kenyataan bahwa dewasa ini perkembangan sains dan teknologi sangat
pesat.
Proses pembelajaran hendaknya segera menyadari
perkembangan sains dan teknologi saat ini maupun di masa depan sangat
membutuhkan pemberdayaan berpikir secara sengaja bahkan terprogram selama
pembelajaran. Pembelajaran yang secara sengaja dan terprogram memberdayakan
kemampuan berpikir diyakini akan memungkinkan para siswa menjadi anggota
masyarakat dunia masa depan, bahkan berpeluang besar memungkinkan para siswa
menjadi pelaku pengembangan sains dan teknologi masa depan.
Sebagaimana halnya kemampuan berpikir, pemberdayaan
kemampuan metakognitif selama pembelajaran juga merupakan langkah yang sangat
strategis dan prinsipil. Kemampuan metakognitif memang sudah diketahui
mendukung kemampuan berpikir tinggi maupun berpikir kritis (Eggen &
Kauchack, 1996). Apalagi sudah terungkap pula bahwa siswa yang memiliki
keterampilan metakognitif, memiliki peluang besar menjadi pebelajar mandiri
(Peters, 2000, Eggen & Kauchack, 1996). Slavin (2000) menyatakan bahwa
karena keterampilan berpikir dan keterampilan belajar adalah contoh-contoh
keterampilan metakognisi, maka para siswa dapat belajar berpikir tentang proses
berpikirnya sendiri, serta menerapkan strategi-strategi belajar khusus untuk
berpikir sendiri melalui tugas yang sulit. Demikian pula Howard (2004)
menyatakan bahwa keterampilan metakognitif diyakini memegang peranan penting
pada banyak tipe aktivitas kognitif termasuk pemahaman, komunikasi, perhatian (attention),
ingatan (memory) dan pemecahan masalah. Masih banyak informasi lain yang
menunjukkan betapa pentingnya kemampuan metakognitif dalam proses belajar.
Memperhatikan paparan yang telah dikemukakan, tampak
jelas bahwa terkait proses pembelajaran kemampuan berpikir maupun kemampuan
metakognitif siswa harus selalu diberdayakan, bagaimanapun caranya. Di lingkup
proses pembelajaran dalam kelas, saat ini telah diketahui berbagai strategi
pembelajaran yang berpotensi memberdayakan kemampuan berpikir siswa; telah
diketahui juga beberapa cara memberdayakan kemampuan metakognitif siswa.
Strategi-strategi
pembelajaran yang berpotensi memberdayakan kemampuan berpikir adalah authentic
instruction, pembelajaran berbasis inkuiri, pembelajaran berbasis masalah,
pembelajaran yang mendorong siswa memonitor dan mengarahkan pembelajarannya
sendiri (self regulated learning), cooperative learning, project
based learning. Alasan atau penjelasan yang berhubungan dengan potensi
pemberdayaan kemampuan berpikir tersebut akan dikemukakan lebih lanjut.
Authentic
instruction sebenarnya
suatu konsep pembelajaran yang sangat luas. Pembelajaran authentik dapat
dilakukan dalam lebih dari satu macam strategi. Strategi pembelajaran apapun
dapat digunakan, sepanjang strategi itu mendorong berlangsungnya proses
pembelajaran dalam konteks riil. Suatu pembelajaran yang berlangsung dalam
konteks riil berpeluang besar menjadi pembelajaran bermakna; dan dalam
pembelajaran bermakna inilah kemampuan berpikir berpeluang besar diberdayakan.
Jelas terlihat bahwa authentik instruction memang mengutamakan
keterampilan berpikir dan pemecahan masalah sebagaimana yang dikemukakan oleh University
of Washington (2001).
Pembelajaran
berbasis inkuiri juga merupakan suatu konsep yang sangat luas. Strategi
pembelajaran inkuiri adalah salah satu strategi berbasis inkuiri
disamping strategi lain yang secara tekstual mungkin tidak tersebutkan
demikian. Secara umum memang strategi pembelajaran berbasis inkuiri
mengutamakan proses penemuan untuk memperoleh pengetahuan, dan salah-satu
tujuannya adalah agar para siswa memiliki pola pikir dan cara kerja ilmiah
layaknya seorang ilmuwan (National Research Council, 2000). Pada
pembelajaran berbasis inkuiri, proses pembelajaran berlangsung mengikuti
metodologi sains, sehingga para siswa belajar bagaimana menjadi ilmuwan yang
selalu menganalisis dan menangani informasi. Secara spesifik terkait langsung
dengan strategi pembelajaran inkuiri, dinyatakan bahwa strategi tersebut
berpotensi memberdayakan kemampuan berpikir siswa sebagaimana yang dikemukakan
Renner dan Lawson (1975), Blake (1976) (semuanya dalam Lawson 1992) serta
Renner, dkk (1973) maupun Crow (1989). Setiawan (2005) juga melaporkan bahwa
potensi strategi pembelajaran inkuiri meningkatkan kemampuan berpikir siswa SMP
(yang berkemampuan tinggi dan rensdah) pada pembelajaran biologi ternyata masaih
lebih rendah dibanding potensi pembelajaran berdasarkan Masalah; tetapi
potensinya meningkatkan pemahaman konsep ternyata masih lebih tinggi dibanding
pembelajaran berdasarkan masalah.
Ibrahim dan Nur
(2000) menyatakan bahwa pembelajaran berdasarkan masalah dikembangkan untuk
membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, memecahkan masalah dan
keterampilan intelektual. Hastings (2001) juga mengemukakan hal yang sama
dengan menyatakan bahwa pembelajaran berdasarkan masalah dapat mengembangkan
keterampilan berpikir kritis dan analisis, serta menghadapkan siswa pada
latihan untuk memecahkan masalah. Wang, Thomson dan Shuler (1998) mengemukakan
bahwa pembelajaran berdasarkan masalah dapat mengembangkan kemampuan berpikir
siswa, melatih keterampilan memecahlan masalah, dan meningkatkan penguasaan
materi pembelajaran. Demikian pula, Wheeler (2002) mengatakan bahwa belajar
berdasarkan masalah adalah belajar berpikir tentang masalah kehidupan riil di
sekitar siswa; dan Duch, Allen, serta White (2002) berpendapat bahwa
pembelajaran berdasarkan masalah menyediakan kondisi untuk meningkatkan
keterampilan berpikir kritis maupun analisis, serta memecahkan masalah kompleks
dalam kehidupan nyata. Berkenaan dengan pembelajaran berdasarkan masalah
Arnyana (2004) melaporkan atas dasar hasil penelitiannya bahwa pada
pembelajaran biologi di SMA kemampuan strategi tersebut terhadap pemberdayaan
berpikir siswa jauh lebih tinggi dibanding kemampuan direct instruction.
Self
regulated learning juga
merupakan suatu konsep luas; labih dari satu strategi pembelajaran yang
tergolong self regulated learning, sepanjang strategi-strategi
pembelajaran itu memang mendorong para siswa menjadi pebelajar mandiri. Dalam
hal ini proses pembelajaran bersifat aktif, berkarakteristik inkuri bebas.
Jelas terlihat bahwa pada self regulated learning para pebelajar
dikondisikan terus menerus berpikir dan berpikir.
Diantara
101 alasan penggunaan pembelajaran kooperatif yang dikemukakan Lord (2001),
atas dasar review hasil penelitian-penelitian, terlihat adanya alasan yang
menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif meningkatkan kemampuan berpikir siswa
(Smith, 1984); dan bahwa pembelajaran kooperatif meningkatkan kemampuan
penalaran siswa (Johnson, Johnson & Smith, 1991); demikian pula bahwa
pembelajaran kooperatif mengembangkan kemampuan pemecahan masalah sains (Kulik
& Kulik, 1979). Dari antara macam-macam tipe pembelajaran kooperatif, tidak
mustahil ada yang berpotensi memberdayakan kemampuan berpikir lebih tinggi
dibanding yang lain. Seperti diketahui tipe-tipe pembelajaran kooperatif antara
lain: STAD, Jigsaw, GI, TGT, TAI, NHT, Snowballing, TPS, CIRC, LT, dan CI.
Terkait potensi pemberdayaan berpikir, Arnyana (2004) melaporkan bahwa
pembelajaran koopertif GI lebih berpotensi memberdayakan kemampuan berpikir
siswa (SMA) dibanding pembelajaran koperatif STAD.
Sebagaimana yang
telah dikemukakan, pada project based learning, pembelajaran dirancang
agar pebelajar dapat melakukan penyelidikan atau tugas lain secara mandiri
dalam pola proyek. Pada pembelajaran semacam ini para pebelajar memiliki
keleluasaan merancang dan melaksanakan rencana pembelajarannya. Dengan demikian
para pebelajar terus menerus dituntut untuk berpikir tinggi termasuk berpikir
kreatif. Pembelajaran kooperatif GI memang lazim dilakukan dalam pola proyek.
Selain strategi-strategi pembelajaran yang
direkomendasikan atau yang terkait dengan pembelajarn kontekstual yang
berpotensi memberdayakan kemampuan berpikir pebelajar, sebenarnya ada juga
strategi atau pola pemberdayaan lain yang berpotensi. Berikut ini akan
dikemukakan 2 macam strategi/pola pembelajaran-pembelajaran yang berpotensi
semacam itu. Kedua strategi/pola pembelajaran itu adalah pembelajaran dengan
peta konsep dan pembelajaran dengan pola PBMP (Pemberdayaan Berpikir Melalui
Pertanyaan).
Pada pembelajaran dengan peta konsep,
pebelajar membangun keterkaitan antara berbagai konsep bahan pembelajaran. Para
pebelajar dapat membangun keterkaitan-keterkaitan itu secara individual maupun
secara berkelompok. Melalui strategi pembelajaran semacam itu sebenarnya para
pebelajar selalu digiring untuk menemukan hubungan atau keterkaitan antar
konsep, bahkan antar di berbagai jenjang, dari yang paling umum ke yang paling
khusus. Melalui peta konsep para pebelajar dapat membangun pemahaman yang bersifat
konseptual, dan dengan demikian para pebelajar dapat mencapai hasil belajar
kognitif atas, yaitu berpikir kreatif. Pembelajaran dengan peta konsep memegang
peranan penting dalam belajar bermakna. Pembelajaran dengan peta konsep ini
(berkelompok) yang dikemukakan oleh David Brown, antara lain mengacu kepada meaningfull
learning Ausubel. Terkait pembelajaran dengan peta konsep dilaporkan bahwa
pembelajaran kontekstual dengan peta konsep dapat meningkatkan kemampuan
berpikir tingkat tinggi para pebelajar SMP (Tindangen, 2006); dilaporkan pula
bahwa pembelajaran kontekstual dengan peta konsep berkelompok pada siswa
berkemampuan awal tinggi berpengaruh paling baik meningkatkan kemampuan
berpikir tingkat tinggi pebelajar. Melalui PTK telah dilaporkan juga sebelumnya
bahwa peta konsep dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan berpikir dan
hasil belajar siswa SMA, serta meningkatkan persentase ketuntasan belajar
(Chotimah, 2004).
Pada pembelajaran lain yang juga sudah
terbukti sangat memberdayakan kemampuan berpikir siswa adalah pembelajaran
berpola PBMP (Pemberdayaan Berpikir Melalui Pertanyaan). Pembelajaran berpola
PBMP ini disebut juga berpola TEQ (Thinking Empowerment by Questioning).
Pola pembelajaran ini saya kembangkan sejak tahun 1985 dan sampai sekarang
masih terus dikaji melalui berbagai penelitian, baik penelitian skripsi
mahasiswa S1 (Biologi Universitas Negeri Malang, Biologi Universitas Negeri
Surabaya, Kimia Universitas Negeri Malang, dan Geografi Universitas Negeri
Malang), thesis S2 (IPA Universitas Negeri Surabaya), Disertasi (Pendidikan
Biologi Universitas Negeri Malang), maupun penelitian-penelitian profesional
dosen berupa PTK maupun penelitian eksperimental, baik penelitian berdana DIK
maupun yang berdana besar multiyears yang tergolong riset unggulan.
Hasil penelitian yang terkait pembelajaran berpola PBMP serta hal-hal lain yang
terkait sudah disosialisasikan dalam dua makalah nasional (di Yogyakarta dan di
Malang) dan tiga makalah di Malaysia (Kualalumpur dan Pulau Pinang). Penelitian-penelitian
yang dilakukan terkait pembelajaran berpola PBMP di Biologi Universitas Negeri
Malang antara lain oleh Corebima dkk (2000), Zubaidah (2000), Sunarmi (2001),
Corebima dkk (2001), Zubaidah (2001), Corebima dkk (2004, 2005, 2006), Gunawan
(2002), Jamilah (2002), Kusumastuti (2002), Maududi (2002), Rahmawati (2002),
Junaidi (2003), Hasruddin (2004), Hadiningtyas (2005), Hasanah (2005),
Jayasastri (2005), Ma’arif (2005), Makdum (2005), Melati (2005), Oktrianawati
(2005), Susanti (2005), Umaroh (2005), Mariana (2006), Jannah (2006), Rohmawati
(2006), Widyawati (2006), Yuanita (2006), Lumban Gaol (2006), Vivilia (2006),
Muniroh (2006), Puspitasari (2006), Hilmiah (2006). Sebagian penelitian itu
tergolong PTK, akan tetapi sebagian lagi adalah penelitian eksperimen; sebagian
mengkaji pengaruh pembelajaran berpola PBMP (termasuk yang digabung dengan
strategi pembelajaran yang lain) terhadap kemampuan berpikir maupun pemahaman
konsep, tetapi sebagian mengkaji hubungan antara kemampuan berpikir dan
pemahaman konsep, dan sebagainya. Terkait pengaruh pembelajaran berpola PBMP
tersebut (pada PTK maupun penelitian eksperimen), lebih dari 90% terbukti
melaporkan potensi pemberdayaan berpikir yang demikian tinggi.
Pada pembelajaran berpola PBMP, tidak ada
proses pembelajaran yang berlangsung secara informatif; seluruhnya dilakukan
melalui rangkaian atau jalinan pertanyaan yang telah dirancang secara tertulis.
Pada pembelajaran yang didukung oleh kegiatan praktikum sekalipun, pola
pembelajaran itu tetap dipertahankan, sekalipun untuk operasionalisasi
kegiatan praktikum dibutuhkan pula
perintah-perintah teknis. Gramatika Bahasa Indonesia yang digunakan harus
selalu benar. Pertanyaan tentang hal yang sama, dapat diulang dan dirumuskan
dari sudut pandang berbeda-beda; dan satu konsep & subkonsep dikaji
sebanyak-banyaknya sesuai dengan tingkat perkembangan dari yang bersifat umum
ke yang khusus atau sebaliknya (asalkan konsisten) dalam alur pikir yang logis
berurutan. Struktur lembar siswa (LS) adalah: Pengantar, Sediakan, Lakukan
(kegiatan Diskusi/Kerja Kelompok/Demonstrasi dan Renungkan), Pikirkan,
Asessmen, dan Arahan.
Pelaksanaan pembelajaran berupa
PBMP ternyata sejalan dengan gagasan pembelajaran IPA dari Bunce (1996) yang
masih terkait dengan teaching science the way student learn. Dikatakan
bantulah mereka berpikir, bantulah mereka merumuskan pertanyaan, bantulah
mereka mencari jawaban pertanyaan; kata operatif adalah bantulah dan bukan
buatkan atau ceritakan, karena peserta didik harus menjadi partisipan pada
pembelajarannya, dan bukan hanya sebagai penerima keinginan guru. Demikian pula pembelajaran berupa PBMP
tersebut, sejalan dengan premis yang menyatakan bahwa peserta didik dapat
belajar lebih banyak jika kita tidak banyak mengajarkan mereka. Sebagaimana
diketahui (Ahern-Rindell, 1999) premis tersebut merupakan dasar teknik
pembelajaran kooperatif (diberi nama pendekatan “mind-on”) yang
dikembangkan oleh Schamel dan Ayres (1992).
Melihat dampaknya, pembelajaran berupa
PBMP ternyata juga memenuhi makna belajar yang dikemukakan Woods (1996).
Dikatakan bahwa kita dapat mendefinisikan belajar sebagai akuisisi dan
internalisasi pengetahuan dan ketrampilan. Dampak pelaksanaan pembelajaran
berupa PBMP yang terbukti sangat membantu perkembangan penalaran peserta didik
tersebut ternyata sama dengan dampak pembelajaran yang mengandalkan instruksi
yang berupa permasalahan sebagaimana yang dilaporkan Yager dan Huang (1994).
Dikatakan bahwa peserta didik yang mengalami pembelajaran semacam itu lebih
unggul menguasai pengetahuan serta lebih mampu memahami proses-proses ilmiah
jika dibandingkan dengan peserta didik pada pembelajaran yang mengandalkan
pendekatan pembelajaran/buku yang tradisional. Dampak pembelajaran berupa PBMP
seperti tersebut juga sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Crow
(1989). Dikatakan bahwa pemikiran kritis dapat dikembangkan melalui aktivitas
yang tepat semacam pengajuan pertanyaan ataupun pendekatan inkuari.
Pemberdayaan kemampuan metakognitif selama
proses pembelajaran dapat dilakukan dengan berbagai cara, yang dapat
dikelompokkan menjadi dua yaitu yang tergolong cara-cara strategi belajar
siswa, dan cara-cara pembelajaran. Paparan lebih lanjut hanya dibatasi pada
pemberdayaan kemampuan metakognitif melalui implementasi cara atau strategi
pembelajaran yang dipilih dan diterapkan oleh guru selama proses pembelajaran.
Diantara strategi-strategi pembelajaran yang telah
terbukti berpotensi memberdayakan kemampuan berpikir (secara umum) atau
kemampuan berpikir tinggi seperti tersebut; ada yang sudah dilaporkan
berpotensi juga memberdayakan ketrampilan metakognitif; adapula yang belum
diketahui potensinya. Secara ideal strategi-strategi pembelajaran yang
berpotensi memberdayakan kemampuan berpikir termasuk kemampuan berpikir tinggi,
seyogyanya juga berpotensi memberdayakan ketrampilan metakognitif. Ketrampilan metakognitif memang sudah diketahui mendukung
kemampuan berpikir tinggi maupun berpikir kritis (Eggen & Kauchak, 1996).
Apalagi, sudah terungkap pula bahwa siswa yang memiliki ketrampilan
metakognitif memiliki peluang besar menjadi pebelajar mandiri (Peters, 2000;
Eggen & Kauchak, 1996).
Problem Based Learning (PBL) sudah terbukti berpotensi memberdayakan
ketrampilan metakognitif (Howard, 2004; Blakey, Spence & Sheila, 1990). Cooperatif
learning juga sudah dilaporkan berpotensi memberdayakan ketrampilan
metakognitif (Mc Donald, tanpa tahun; Green, tanpa tahun; Costa & O’Leary,
1992; Johnson & Johnsons, 1992; Palinscar, 1987), sekalipun diantara
macam-macam cooperatif learning,
hanya beberapa saja yang secara khusus sudah dilaporkan berpotensi
memberdayakan ketrampilan metakognitif (pembelajaran kooperatif Think Pair
Share/TPS maupun Jigsaw termasuk diantaranya yang belum dilaporkan
potensinya).
Pembelajaran berpola PBMP
termasuk yang bergabung dengan strategi kooperatif TPS maupun Jigsaw
belum diungkap potensinya dalam memberdayakan ketrampilan metakognitif. Secara
khusus potensi pembelajaran inkuiri memberdayakan ketrampilan metakognitif juga
belum dilaporkan. Sekalipun diantara strategi-strategi pembelajaran yang telah
terbukti berpotensi memberdayakan kemampuan berpikir, termasuk kemampuan
berpikir tinggi, ada yang sudah terbukti juga berpotensi memberdayakan
ketrampilan metakognitif, sebenarnya gambaran perbandingan potensi
strategi-strategi itu belum diungkap. Informasi perbandingan itu sangat
dibutuhkan dalam hubungannya dengan pertimbangan pilihan strategi pembelajaran
yang akan diterapkan.
Pada saat kami sedang
melakukan penelitian HPTP yang mengkaji strategi-strategi pembelajaran mana
yang berpotensi memberdayakan ketrampilan metakognitif, dari antara
strategi-strategi pembelajaran yang telah terungkap potensinya memberdayakan
kemampuan berpikir pada penelitian-penelitian sebelumnya. Kajian penelitian itu
ldilakukan pada pembelajaran di SD, SMP, dan SMA.
Kajian penelitian itu akan memastikan strategi
pembelajaran mana yang sesuai dan berpotensi memberdayakan ketrampilan
metakognitif para siswa SD, SMP, dan SMA. Informasi tentang strategi
pembelajaran mana yang telah terbukti berpotensi memberdayakan ketrampilan
metakognitif yang sekaligus juga berpotensi memberdayakan kemampuan berpikir,
termasuk khususnya kemampuan berpikir tinggi, sangat dibutuhkan. Para guru
sangat terbantu menetapkan strategi pembelajaran yang akan digunakan untuk
mendorong siswa menjadi pebelajar mandiri yang memiliki kemampuan berpikir
tinggi. Pebelajar mandiri seperti itu diyakini akan lebih berhasil lagi dalam
pembelajarannya maupun dalam perjalanan karir ke depan menjadi sosok pribadi
yang mandiri berpotensi pikir tinggi.
DAFTAR RUJUKAN
Ahern-Rindell,
A.J. 1999. Applying Inquiry-Based and Cooperative Group Learning Strategis to
Promote Critical Thinking. Journal of College Science Teaching, January:
203—207.
Arnyana, I.B.P. 2004. Pengembangan
Model Belajar Berdasarkan Masalah dipandu Strategi Kooperatif serta Pengaruh
Implementasinya terhadap Kemampuan Berpikir Kritis dan Hasil Belajar Siswa
Sekolah menengah pada Pelajaran Ekosistem. Disertasi. Tidak Diterbitkan.
Malang: Program Pasca Sarjana Universitas Negeri Malang.
Corebima, A.D dan Agil
Al-Idrus. 2006. Pengaruh Pembelajaran berpola PBMP (TEQ) terhadap Kemampuan
Berpikir dan Pemahaman Konsep pada Pembelajaran IPA Biologi di Beberapa SMPN
Kota dan Kabupaten Malang Indonesia. Makalah pada Seminar Biologi
Kebangsaan di UPSI 26-28 Juni Kualalumpur.
Corebima, A.D. dan Agil
Al-Idrus. 2005. Pemberdayaan dan
Pengukuran Kemampuan Berpikir pada Bembelajaran Biologi. Makalah pada 3 rd INTERNTIONAL COFERENCE ON MEASUREMENT
AND EVALUTION IN EDUCATION. 13-15 FEBRUARI 2006. School of Education
Studies, USM Pulau Pinang
Corebima, A.D., 2005. Pemberdayaan
Berpikir Siswa pada Pembelajaran Biologi: Satu Penggalakan Penelitian Payung di
Jurusan biologi UM. Makalah seminar Nasional Biologi dan Pembelajaran 3
Desember 2005. Jurusan Biologi FMIPA UM.
Corebima, A.D. 2005. Pengukuran
Kemampuan Berpikir pada Pembelajaran Biologi. Seminar Nasional HEPI 14-15
Mei 2005. Yogyakarta:UNY.
Corebima, A.D., Susilo, H.,
Hedi Sutomo. 2005. Pengembangan Model Pembelajaran IPA Biologi SMP
Konstruktivistik Kontekstual Berorientasi Life Skill dengan Pola PBMP di Kota
dan Kabupaten Malang. Laporan Penelitian Akhir Tahun 2005. Kementrian Riset
dan Teknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Alam.
Corebima, A. D., dkk. 2004. Laporan
Kemajuan Penelitian Tahap II RUKK VA (Periode 1 Februari S. D. 30 November
2004). Malang: Lembaga Penelitian Universitas Negeri Malang (tidak
diterbitkan).
Corebima, A.D., Susilo, H.,
Hedi Sutomo. 2004. Pengembangan Model Pembelajaran IPA Biologi SMP
Konstruktivistik Kontekstual Berorientasi Life Skill dengan Pola PBMP di Kota
dan Kabupaten Malang. Laporan Penelitian Akhir Tahun 2004. Kementrian Riset
dan Teknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Alam.
Corebima, A. D., dkk. 2001. Laporan
Kemajuan RUT VIII Tahap III (Laporan Akhir Tahun 2001, Periode I Februari S. D.
30 November 2001). Malang: Lembaga Penelitian Universitas Negeri Malang
(tidak diterbitkan).
Corebima, A.D,
H. Susilo, & S. Zubaidah, 2001. Pemberdayaan Berpikir Melalui Pertanyaan
(PBMP) sebagai Alat Pembelajaran IPA-Biologi Konstruktivistik untuk
Meningkatkan Penalaran Siswa SLTP di Jawa Timur. Laporan Penelitian. RUT.
VIII. Malang.
Corebima, A.D,
H. Susilo, Sutikno, & Suhari. 2000. Pemberdayaan Penalaran pada PBM IPA
Biologi SMP untuk Menunjang Perkembangan Penalaran Formal Mahasiswa di Jenjang
Perguruan Tinggi. Laporan Penelitian. Malang: Lemlit UM.
Corebima, A. D., Susilo, H.,
Sutikno, Suhari. 2000. Pemberdayaan Penalaran Pada PBM IPA-Biologi SMP Untuk
Menunjang Perkembangan Penalaran Formal Mahasiswa di Jenjang Perguruan Tinggi.
Laporan Penelitian Tindakan Kelas Tahun Anggaran 1999/2000. Malang: Lemlit UM
Malang.
Crow, L.W. 1989.
The Nature of Critical Thinking. Journal of College Science Teaching,
November: 114-116.
Duch, B.J.: Allen, D.E., and.
White, H.B. 2002. Problem-Based Learning: Preparing Students to Succeed in the
21st Century. http://www.pondnetwork.org.
Diakses 9 Maret 2003.
Eggen, P.D dan D.P. Kauchak. 1996. Strategies
for Teachers. Boston :
Allyn and Bacon
Gunawan. 2002. Pengaruh Pola
PBMP (Pemberdayaan Berpikir Melalui Pertanyaan) terhadap Hasil Belajar Siswa
yang Memiliki Latar Belakang Ibu Berbeda. Skripsi tidak diterbitkan.
Malang: FMIPA Universitas Negeri Malang.
Hadiningtyas, Anita Widya.
2005. Penerapan Pola Pemberdayaan Berpikir Melalui Pertanyaan (PBMP) dengan
Model Student Team Achievment Division (STAD) untuk Meningkatkan Kemampuan
Berpikir dan Prestasi Belajar Biologi Siswa Kelas III SMPN I Lawang. Skripsi
tidak diterbitkan. Malang: FMIPA Universitas Negeri Malang.
Hasanah, Palupi Uswatun. 2005. Peningkatan
Kemampuan Berpikir dan Hasil Belajar Siswa Melalui Pola PBMP Metode Think Pair
Share pada Mata Pelajaran Biologi di SMP Negeri I Tumpang. Skripsi tidak
diterbitkan. Malang: FMIPA Universitas Negeri Malang.
Hasruddin. 2004. Penggunaan
Pertanyaan Dalam Tatanan Pembelajaran Kontekstual Untuk Meningkatkan Penalaran
dan Hasil Belajar Biologi Siswa SMPN Kota Malang. Disertasi tidak
diterbitkan. Malang: Pendidikan Program Pascasarjana Universitas Negeri Malang.
Hastings, David. 2001. Case
Study: Problem-Based Learning and the active Calssroom. http://www.studies.ubc.ca/facdev/services/newsletter/index/html.
Diakses 9 Maret 2003.
Ibrahim, M, dan
Nur, M. 2000. Pengajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya: Unesa University
Press.
Jamilah, Wardatul. 2002. Penerapan
PBMP (Pemberdayaan Berpikir Melalui Pertanyaan) pada Siswa dengan Gaya Belajar
Visual, Auditorial, dan Karakteristik terhadap Prestasi Belajar dan Tingkat
Penalaran Siswa Kelas I SLTPN 2 Mojokerto. Skripsi tidak diterbitkan.
Malang: FMIPA Universitas Negeri Malang.
Jannah, Iis Nikmatul. 2006. Pengaruh
Penerapan Pola PBMP (Pemberdayaan Berpikir Melalui Pertanyaan) dengan Metode Think Pair Share Terhadap
Kemampuan Berpikir dan Hasil Belajar
Siswa Berkemampuan Tinggi dan Rendah pada Pembelajaran IPA
Biologi Kelas VII1 SMPN 1 Tumpang
Kabupaten Malang. Malang: Skripsi tidak diterbitkan.
Jayasastri, Dian Eko. 2005. Penerapan
Pola Pembelajaran dengan Pemberdayaan Berpikir Melalui Pertanyaan (PBMP)
Berbasis Peta Konsep untuk Meningkatkan Hasil Belajar dan Kemampuan Berpikir
Kritis Siswa Kelas 2 SMP Islam Al-Ma’arif Singosari. Skripsi tidak
diterbitkan. Malang: FMIPA Universitas Negeri Malang.
Junaidi, Pramukanto Mahmud.
2003. Pengaruh Pola Pemberdayaan Berpikir Melalui Pertanyaan (PBMP) terhadap
Motivasi dan Prestasi Belajar Siswa SMPN 02 Sumbermanjing Malang. Skripsi
tidak diterbitkan. Malang: FMIPA Universitas Negeri Malang.
Kusumastuti, Fineke. 2002. Penerapan
Strategi Pembelajaran PBMP (Pemberdayaan Berpikir Melalui Pertanyaan)
Dikalangan Para Siswa Pandai dan Kurang Pandai Kelas 1 SLTPN 1 Trenggalek.
Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Universitas Negeri Malang.
Lawson, Anton, E. 1992. Development
of Reasoning Among College Biology Students-
A Review of Research. JCST: Vol. XXI (6) May: 338 – 344.
Lord, T.R. 2001.101 Reasons for
Using cooperative Learning in Biology Teaching in Biology Teaching. The American Teacher, 63 (1):30-36
Ma’arif, Khoirul. 2005. Penerapan
Pola Pemberdayaan Berpikir Melalui Pertanyaan (PBMP) dengan Metode Guided
Discovery pada Mata Pelajaran Biologi untuk Meningkatkan Penalaran dan Hasil
Belajar Siswa Kelas 3 SMPN I Kepanjen. Skripsi tidak diterbitkan. Malang:
FMIPA Universitas Negeri Malang.
Makhdum, Muhammad. 2005. Upaya
Peningkatan Kemampuan Analisis, Sintesis dan Prestasi Belajar Siswa Melalui
Pembelajaran Pola PBMP dengan Kombinasi Metode Struktural Numbered Heads
Together pada Mata Pelajaran Biologi di SMA Negeri 2 Malang. Skripsi tidak
diterbitkan. Malang: FMIPA Universitas Negeri Malang.
Mariana, Novita Ika. 2006.
Pengaruh Penerapan Pemberdayaan Berpikir Melalui Pertanyaan (PBMP) dengan
Metode Jigsaw terhadap Kemampuan Berpikir dan Hasil Belajar Siswa Kelas VIII
SMP Islam AlMaarif 01 Singosari Malang. Malang: Skripsi tidak diterbitkan
Maududi, M. Ali. 2002. Pengaruh
Penerapan Pembelajaran dengan Pola Pemberdayaan Berpikir Melalui Pertanyaan
(PBMP) Terhadap Keaktifan dan Hasil Belajar Siswa Kelas 1 SLTPN 2 Krucil
Probolinggo. Skripsi tidak diterbitkan. Malang : Program Studi Pendidikan
Biologi Universitas Negeri Malang.
Meha, M LBG. 2006. Hubungan
Antara Thinking Skill dan Academic Skill dengan Hasil Belajar Kognitif pada
Pembelajaran Biologi yang Menggunakan Pola Pembelajaran Pemberdayaan Berpikir
Melalui Pertanyaan (PBMP) dalam Strategi Kooperatif Think Pair Share (TPS) di
SMPN 22 Malang. Malang: Skripsi tidak ditebitkan
Muniroh, Lilik. 2006. Academic
Life Skill Siswa Berkemampuan Tinggi dan Rendah Pada Pembelajaran IPA Biologi
yang Menggunakan Pola PBMP (Pemberdayaan Berpikir Melalui Pertanyaan) dengan
Strategi Jigsaw pad Kelas VII SMPN I Bululawang Kabupaten Malang. Malang:
Skripsi tidak diterbitkan
National Research Council.
2000. Explore Inquiri and The National Science Eduction Standart. A Guide
for Teaching and Learning. Washington D.C. National Academy Press.
Oktrianawati, Ike. 2005. Penerapan
Pola PBMP dengan Metode Numbered Heads Together untuk Meningkatkan Keterampilan
Berpikir Tingkat Tinggi dan Hasil Belajar Siswa Biologi Kelas II SMP
Shalahuddin Malang. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: FMIPA Universitas
Negeri Malang.
Peters, M. April 2000 Does
Contructivist Epistemology Have a Place in Nurse Education. Journal of
Nursing Education 39, no. 4:166-170
Slavin,
R.E. 2000. Educational Psycology. Boston :
Allyn and Bacon
Tindangen, M. 2006. Implementasi
Pembelajaran Kontekstual dengan Peta Konsep pada Siswa dengan Kemampuan awal
Berbeda serta Pengaruhnya Terhadap Hasil Belajar Kognitif dan Kemampuan
Berpikir Tingkat Tinggi Sains SMP. Disertasi tidak diterbitkan. Malang:
FMIPA Universitas Negeri Malang.
Umaroh, Siti. 2005. Penerapan
Pola Pemberdayaan Berpikir Melalui Pertanyaan (PBMP) Melalui Pembelajaran
Kooperatif Model Jigsaw untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Hasil
Belajar Biologi Siswa Kelas II B SMPN I Pakisaji Malang. Skripsi tidak
diterbitkan. Malang: FMIPA Universitas Negeri Malang.
University of
Washington : College of Education. 2001. Training for Indonesian Educational
Team in Contextual Teaching and Learning. Seatle-Washington-USA.
Vivilia, Neny. 2006. Pengaruh
Penerapan Pemberdayaan Berpikir Melalui Pertanyaan (PBMP) dengan Metode Think
Pair Share (TPS) terhadap Pencapaian Kecakapan Akademik dan Hasil Belajar Biologi
Siswa Kelas VII SMPN 11 Malang Berkemampuan Tinggi dan Rendah. Malang:
Skripsi tidak diterbitkan
Wang, H. C. A; Thomson; and
Shuler, C.F. 1998. essential Components of Problem-Based Learning for the K-12
Inquiri Science Instruction. http://search
yahoo.com/search?p=problem+based+learning. Diakses 9 Maret 2003.
Yager, R.E.
& Huang, Dar-Sun. 1994. An Alternative Approach to College Science
Education for Nonscience Majors. Journal of College Science Teaching, November:
98-100.
Yuanita, Anik
Rini. 2006. Hubungan Antara Kemampuan Berpikir dan Hasil Belajar pada
Pembelajaran Biologi dengan Pola Pemberdayaan Berpikir Melalui Pertanyaan
(PBMP) dan Think Pair Share (TPS) di SMPN 18 Malang. Malang: Skripsi tidak
diterbitkan
Zubaidah, S. 2000. Penerapan
Pola PBMP pada Matakuliah Botani Tumbuhan Rendah untuk Menunjang Perkembangan
Penalaran Formal Mahasiswa. Laporan Penelitian Tindakan Kelas tidak
diterbitkan. Malang: Lembaga Penelitian Universitas Negeri Malang.
Zubaidah, S,
Sunarmi dan T.I. Prasetyo. 2001. Penerapan Pola PBMP (Pemberdayaan Berpikir
Melalui Penalaran) pada Matakuliah Botani Tumbuhan Rendah untuk Menunjang
Perkembangan Penalaran Formal Mahasiswa. Laporan Penelitian. Malang: Lemlit UM.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar